Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Menulis

 


Halo, kali ini aku membawakan sebuah artikel yang penting untuk kamu. Yaitu, "Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Menulis". Nah, info ini bisa kamu jadikan agar menghidari dari hal-hal kesalahan dalam menulis. Apa saja yang perlu dihindari :


1. Penulisan kata 'di'

Penulisan kata 'di' yang menyatakan tempat, letak, dan waktu ditulis terpisah, sedangkan yang menyatakan kata kerja ditulis serangkai. Contoh penggunaan kata 'di' yang ditulis terpisah :

di mana

di sana

di kala

di saat

di antara

di samping

di atas


Contoh penggunaan kata 'di' yang ditulis serangkai. Kalau misalnya kalimat berawalan di– bisa dirubah menjadi me–, atau kata yang menunjukkan kata kerja, berarti ditulis serangkai :


dimakan/memakan

dibaca/membaca

dieja/mengeja

disisir/menyisir

dll


Namun, terkadang dakalanya kata ‘di’ yang bisa ditulis pisah dan gabung sesuai makna. Contoh : 

- Nesya sedang sholat di masjid.

(Masjid : menyatakan tempat) 

- Tikus itu dimakan kucing.

- Cepat masuk ke dalam sini.

- Waktunya saya ke luar rumah. 


Contoh lain : 

- Novel itu berjudul di Balik Hujan.

- Menggoreng ayam harus dibalik.

(Contoh pertama di pisah, karena ada hujan. Sedangkan contoh kedua digabung, karena tidak ada tambahan yang menujukan kata lain)


2. Penggunaan Partikel 'pun'

Sejatinya partikel 'pun' ditulis terpisah dengan kata yang menyertainya.

Contoh :

aku pun

apa pun

sedikit pun

siapa pun

dll


Catatan :

partikel pun yang merupakan unsur kata penghubung penulisannya disatukan karena dianggap padu. Di antaranya adalah :

adapun

andaipun

ataupun

bagaimanapun

biarpun

kalaupun

kendatipun

maupun

meskipun

sungguhpun

walaupun

sekalipun


3. Penggunaan Tanda Hubung (hypen)

Kebanyakan penulis pemula menulisnya dengan menggunakan spasi, seperti : anak - anak, lalu - lalang. Penulisan seperti itu jelas salah. Penulisan yang benar adalah anak-anak, lalu-lalang


4. Penggunaan Kata Hubung dan, namun, dan tetapi

Nah, ini nih yang paling banyak salahnya. Banyak penulis yang sering menulis kata 'dan' di awal kalimat bahkan paragraf. Jadi, tidak boleh ya kawan kalau menempatkan kata hubung di awal kalimat.


Contoh penggunaan kata 'dan' yang benar:

- Aku dan kakak akan pergi bermain.

- Farah, Niko, Herman, dan Rehan akan pergi ke taman.


Jika hanya ada dua unsur kata atau kalimat kata 'dan' tidak perlu memakai koma. Jika lebih dari dua unsur kata atau kalimat, maka sebelum kata 'dan' didahului oleh tanda koma.


Contoh salah kata 'dan' : 

- Aku tak tahu harus apa saat melihatmu bersamanya. Dan hati ini seketika hancur.


Penggunaan kata namun dan tetapi, perhatikan bedanya :


- Meskipun kamu bukan cinta pertamaku, tetapi kamu adalah pelabuhan hatiku yang terakhir.


- Aku tidak pernah membenci. Namun, aku belum bisa memaafkanmu.


Kata hubung 'tetapi/tapi' ditulis setelah koma. Sedangkan kata 'namun' ditulis setelah titik dan diberi tanda koma setelahnya.


5. Penggunaan Kata Ganti ku, mu, dan nya.

Kata ganti ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang menyertainya.


Contoh :

kubaca

kuraih

kudengar

kulihat

milikku

hatiku

ibuku

rumahku

matamu

bukumu

miliknya

dll


Kecuali, jika ditulis dengan kata singkatan.

Contoh :

WA-ku

SIM-ku

KTP-mu

dll


Nya untuk mengartikan Tuhan ditulis memakai huruf kapital :

Takdir-Nya

Kuasa-Nya


6. Serangan Kata Sama

Pernah membaca cerita yang memiliki serangan kata 'ku' atau 'nya'?


Contoh : 

- Ketika aku ke rumah kakakku, aku melihat kakakku sedang bercumbu dengan temannya. (Salah)


Coba hitung ada berapa kata 'ku/aku' pada contoh kalimat di atas! Mari kita ubah menjadi lebih efisien tanpa mengurangi mengubah maksud cerita.


- Ketika ke rumah kakak, aku melihat dia sedang bercumbu dengan temannya. (Benar)


Contoh lain :

- Aku menatapnya, membelai rambutnya dan tersenyum padanya.


Suka keseleo lidah kalau baca tulisan macam kalimat di atas. Rasanya gak enak juga ya, kalau dibaca. Coba kita buang kata 'nya' yang meluber itu sehingga menjadi :


- Aku menatap sambil membelai rambutnya dengan sebuah senyum.


Lebih simpel, tapi tidak mengubah maksud cerita.


7. Minim Kata

Selalu memakai kata yang sama dalam satu kalimat/paragraf. Untuk mengatasi ini, penulis harus pandai memilih diksi sinonim kata.


Contoh :

- Ibu pergi ke pasar, lalu pergi ke rumah sakit untuk menjenguk bibi , lalu menjemput ayah di Bandara.


Coba kita ganti menjadi :

- Ibu pergi ke pasar, lalu ke rumah sakit menjenguk bibi. Selanjutnya ibu menjemput ayah di bandara.


8. Pemborosan Kata

Ingin terkesan memiliki narasi panjang, tapi justru malah boros kata dan kalimat menjadi tidak efektif.


Contoh :

- Saat aku masuk ke dalam rumah, kulihat dengan mataku sendiri istriku sedang berselingkuh.


Oke, mari kita ubah menjadi lebih efektif. Pertama, buang kata dalam karena kalau masuk pasti ke dalam, tidak ada masuk ke luar. Kedua, buang kata mata karena kalau melihat ya pakai mata, enggak ada melihat pakai kaki. Ketiga, buang kata ku pada kata istriku karena itu setting di rumah sendiri kalau bukan istri tokoh utama lalu istri siapa?


Maka, akan menjadi seperti ini :

- Saat memasuki rumah, aku melihat istri sedang berselingkuh.


Contoh lain :

- Altha menengadahkan kepala ke atas langit, menikmati tiap tetes hujan yang turun dari langit.


Oh, hello ....

Langit adanya di atas maka buang kata atas. Lalu hujan, memang datangnya dari mana kalau bukan dari langit? Jadi, buang saja kata langit. Menengadah itu artinya menatap ke atas mendongakkan kepala ke atas, jadi buang saja kata kepala.


Maka, kalimatnya akan menjadi seperti ini :

- Altha menengadah ke langit, menikmati tiap tetes hujan yang turun.


Satu lagi contoh yang sering digunakan penulis : 

-Altha melangkahkan kakinya gontai masuk ke dalam kamar.


Ayolah, namanya melangkah pasti menggunakan kaki, kan? kecuali jika tokohmu cacat. Jadi, kalimat efektifnya akan menjadi : 


- Aletha melangkah gontai ke dalam kamar/ Aletha melangkah gontai masuk kamar. 


9. Inkosistensi Kata Ganti

Coba perhatikan apa yang salah dalam tulisan ini :

- Saya hanya wanita biasa yang saat kau datang hatiku sedang rapuh dan kamu membawa cinta untukku.


Awal kalimat memakai kata saya, tapi mengapa berubah menjadi aku? Cobalah untuk konsisten dalam setiap cerita yang kita buat. Ini tidak boleh ya kawan, merubah POV. Kalau dari awal pakai aku ya aku saja.


Kecuali, jika dalam dialog. Contoh :

- Aku menunduk seraya berkata, "Maafkan saya, Bu Guru!"


(Nah, kalau contoh di atas benar. Karena saya lebih sopan daripada menggunakan aku. Dicontoh tadi, berbicara dengan guru)


1 komentar:

Bangali mengatakan...

Sukses dengan menuliskannya