Tampilkan postingan dengan label terbaru. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label terbaru. Tampilkan semua postingan

Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Menulis

 


Halo, kali ini aku membawakan sebuah artikel yang penting untuk kamu. Yaitu, "Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Menulis". Nah, info ini bisa kamu jadikan agar menghidari dari hal-hal kesalahan dalam menulis. Apa saja yang perlu dihindari :


1. Penulisan kata 'di'

Penulisan kata 'di' yang menyatakan tempat, letak, dan waktu ditulis terpisah, sedangkan yang menyatakan kata kerja ditulis serangkai. Contoh penggunaan kata 'di' yang ditulis terpisah :

di mana

di sana

di kala

di saat

di antara

di samping

di atas


Contoh penggunaan kata 'di' yang ditulis serangkai. Kalau misalnya kalimat berawalan di– bisa dirubah menjadi me–, atau kata yang menunjukkan kata kerja, berarti ditulis serangkai :


dimakan/memakan

dibaca/membaca

dieja/mengeja

disisir/menyisir

dll


Namun, terkadang dakalanya kata ‘di’ yang bisa ditulis pisah dan gabung sesuai makna. Contoh : 

- Nesya sedang sholat di masjid.

(Masjid : menyatakan tempat) 

- Tikus itu dimakan kucing.

- Cepat masuk ke dalam sini.

- Waktunya saya ke luar rumah. 


Contoh lain : 

- Novel itu berjudul di Balik Hujan.

- Menggoreng ayam harus dibalik.

(Contoh pertama di pisah, karena ada hujan. Sedangkan contoh kedua digabung, karena tidak ada tambahan yang menujukan kata lain)


2. Penggunaan Partikel 'pun'

Sejatinya partikel 'pun' ditulis terpisah dengan kata yang menyertainya.

Contoh :

aku pun

apa pun

sedikit pun

siapa pun

dll


Catatan :

partikel pun yang merupakan unsur kata penghubung penulisannya disatukan karena dianggap padu. Di antaranya adalah :

adapun

andaipun

ataupun

bagaimanapun

biarpun

kalaupun

kendatipun

maupun

meskipun

sungguhpun

walaupun

sekalipun


3. Penggunaan Tanda Hubung (hypen)

Kebanyakan penulis pemula menulisnya dengan menggunakan spasi, seperti : anak - anak, lalu - lalang. Penulisan seperti itu jelas salah. Penulisan yang benar adalah anak-anak, lalu-lalang


4. Penggunaan Kata Hubung dan, namun, dan tetapi

Nah, ini nih yang paling banyak salahnya. Banyak penulis yang sering menulis kata 'dan' di awal kalimat bahkan paragraf. Jadi, tidak boleh ya kawan kalau menempatkan kata hubung di awal kalimat.


Contoh penggunaan kata 'dan' yang benar:

- Aku dan kakak akan pergi bermain.

- Farah, Niko, Herman, dan Rehan akan pergi ke taman.


Jika hanya ada dua unsur kata atau kalimat kata 'dan' tidak perlu memakai koma. Jika lebih dari dua unsur kata atau kalimat, maka sebelum kata 'dan' didahului oleh tanda koma.


Contoh salah kata 'dan' : 

- Aku tak tahu harus apa saat melihatmu bersamanya. Dan hati ini seketika hancur.


Penggunaan kata namun dan tetapi, perhatikan bedanya :


- Meskipun kamu bukan cinta pertamaku, tetapi kamu adalah pelabuhan hatiku yang terakhir.


- Aku tidak pernah membenci. Namun, aku belum bisa memaafkanmu.


Kata hubung 'tetapi/tapi' ditulis setelah koma. Sedangkan kata 'namun' ditulis setelah titik dan diberi tanda koma setelahnya.


5. Penggunaan Kata Ganti ku, mu, dan nya.

Kata ganti ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang menyertainya.


Contoh :

kubaca

kuraih

kudengar

kulihat

milikku

hatiku

ibuku

rumahku

matamu

bukumu

miliknya

dll


Kecuali, jika ditulis dengan kata singkatan.

Contoh :

WA-ku

SIM-ku

KTP-mu

dll


Nya untuk mengartikan Tuhan ditulis memakai huruf kapital :

Takdir-Nya

Kuasa-Nya


6. Serangan Kata Sama

Pernah membaca cerita yang memiliki serangan kata 'ku' atau 'nya'?


Contoh : 

- Ketika aku ke rumah kakakku, aku melihat kakakku sedang bercumbu dengan temannya. (Salah)


Coba hitung ada berapa kata 'ku/aku' pada contoh kalimat di atas! Mari kita ubah menjadi lebih efisien tanpa mengurangi mengubah maksud cerita.


- Ketika ke rumah kakak, aku melihat dia sedang bercumbu dengan temannya. (Benar)


Contoh lain :

- Aku menatapnya, membelai rambutnya dan tersenyum padanya.


Suka keseleo lidah kalau baca tulisan macam kalimat di atas. Rasanya gak enak juga ya, kalau dibaca. Coba kita buang kata 'nya' yang meluber itu sehingga menjadi :


- Aku menatap sambil membelai rambutnya dengan sebuah senyum.


Lebih simpel, tapi tidak mengubah maksud cerita.


7. Minim Kata

Selalu memakai kata yang sama dalam satu kalimat/paragraf. Untuk mengatasi ini, penulis harus pandai memilih diksi sinonim kata.


Contoh :

- Ibu pergi ke pasar, lalu pergi ke rumah sakit untuk menjenguk bibi , lalu menjemput ayah di Bandara.


Coba kita ganti menjadi :

- Ibu pergi ke pasar, lalu ke rumah sakit menjenguk bibi. Selanjutnya ibu menjemput ayah di bandara.


8. Pemborosan Kata

Ingin terkesan memiliki narasi panjang, tapi justru malah boros kata dan kalimat menjadi tidak efektif.


Contoh :

- Saat aku masuk ke dalam rumah, kulihat dengan mataku sendiri istriku sedang berselingkuh.


Oke, mari kita ubah menjadi lebih efektif. Pertama, buang kata dalam karena kalau masuk pasti ke dalam, tidak ada masuk ke luar. Kedua, buang kata mata karena kalau melihat ya pakai mata, enggak ada melihat pakai kaki. Ketiga, buang kata ku pada kata istriku karena itu setting di rumah sendiri kalau bukan istri tokoh utama lalu istri siapa?


Maka, akan menjadi seperti ini :

- Saat memasuki rumah, aku melihat istri sedang berselingkuh.


Contoh lain :

- Altha menengadahkan kepala ke atas langit, menikmati tiap tetes hujan yang turun dari langit.


Oh, hello ....

Langit adanya di atas maka buang kata atas. Lalu hujan, memang datangnya dari mana kalau bukan dari langit? Jadi, buang saja kata langit. Menengadah itu artinya menatap ke atas mendongakkan kepala ke atas, jadi buang saja kata kepala.


Maka, kalimatnya akan menjadi seperti ini :

- Altha menengadah ke langit, menikmati tiap tetes hujan yang turun.


Satu lagi contoh yang sering digunakan penulis : 

-Altha melangkahkan kakinya gontai masuk ke dalam kamar.


Ayolah, namanya melangkah pasti menggunakan kaki, kan? kecuali jika tokohmu cacat. Jadi, kalimat efektifnya akan menjadi : 


- Aletha melangkah gontai ke dalam kamar/ Aletha melangkah gontai masuk kamar. 


9. Inkosistensi Kata Ganti

Coba perhatikan apa yang salah dalam tulisan ini :

- Saya hanya wanita biasa yang saat kau datang hatiku sedang rapuh dan kamu membawa cinta untukku.


Awal kalimat memakai kata saya, tapi mengapa berubah menjadi aku? Cobalah untuk konsisten dalam setiap cerita yang kita buat. Ini tidak boleh ya kawan, merubah POV. Kalau dari awal pakai aku ya aku saja.


Kecuali, jika dalam dialog. Contoh :

- Aku menunduk seraya berkata, "Maafkan saya, Bu Guru!"


(Nah, kalau contoh di atas benar. Karena saya lebih sopan daripada menggunakan aku. Dicontoh tadi, berbicara dengan guru)


Cerpen Romantis Terbaru Pelangi itu Indah atau Luka

 

canva.com
canva.com
                         

Sela dan Diki adalah sepasang kekasih yang sudah lama menjalani hubungan selama tiga tahun. Meskipun keduanya kini berbeda kota, dan jarang sekali bertemu karena pekerjaan. Tetapi keduanya saling pengertiaan, hingga hubunganya dari dulu sampai sekarang langeng.

Kini mereka berdua bertemu di atas bukit, karena hari libur. Diki dan Sela berlibur ke bukit untuk melepas penat dan rindu.

“Ayok bentar lagi sampai Sel.” Diki sambil mengandeng tanganya Sela.

“Iya, capek banget nih.” Sela sambil ngos-ngosan karena kelelahan.

“Mari aku gendong.” Diki sambil tersenyum menatap Sela.

“Aku masih kuat, lagian bentar lagi sampai. Kamu nawarinya gak dari awal tadi,” kesal Sela.

Diki hanya terdiam menahan tawanya sambil menatap Sela yang membuat Diki gemes.

Setelah beberapa menit, akhirnya sampai di atas bukit. Diki dan Sela kini duduk sambil menikmati pemandangan yang indah, ditambah lagi ada pelangi yang sangat indah, karena tadi hujan deras kini hujan sudah reda.

“Lihat pelangi itu indah.” Diki sambil menatap Sela.

“Iya. Dik,” ujar Sela sambil tersenyum.

“Tapi masih indah dirimu.” Diki tersenyum sambil melihat pelangi.

“kamu itu memang jago gombal.” Sela sambil tersenyum malu, kini pipinya memerah seperti tomat.

“Sel.” Diki sambil mengengam tanganya Sela.

“Apa.” Sela sambil mengengam erat tanganya Diki.

“Aku ingin kamu jadi ibu dari anak-anakku.” Diki sambil menatap dalam mata Sela.

Sela sungguh sangat kaget, betapa sangat senangnya hatinya. Impian yang telah didambakan sejak dulu menjadi kenyataan.

“Iya aku juga mau kamu menjadi ayah dari anak-anakku nanti.” Sela sambil melukis senyum indah di wajahnya.

“Terima kasih sayang.” Diki langsung memeluk Sela bahagia.

“Sama-sama,” ujar Sela.

“Pelanginya sudah hilang.” Diki sambil melihat pelangi yang warnanya kini samar-samar.

“Iya.” Sela sambil tersenyum.

“Meskipun pelangi hanya datang saat hujan dan cepat pergi, namun cinta ini akan selalu abadi.” Diki sambil menatap Sela.

Sela hanya terseyum menatap kekasihnya.

“Besok kita ketemuan lagi di taman, jika engkau memang benar-benar menerimaku maka kamu akan bertemu denganku besok. Ada sesuatu hal yang ingin kuberikan padamu,” ujar Diki.

“Jam berapa Dik?” tanya Sela.

“Jam 9.” Diki sambil tersenyum.

Diki dan Sela akhirnya sudah selesai berlibur di bukit, kini mereka kembali pulang dengan perasaan bahagia. Keesokan paginya mereka bersiap-siap pergi ke taman. Diki sudah sampai di taman terlebih dahulu. Diki kini menunggu dengan sabar, dia mencoba berkali-kali menelphone Sela tetapi tidak ada jawaban. Diki sambil membawa buket bunga dan membawa cincin tunangan, dengan perasaan gelisah dan pikiran negatif kini mencoba masuk dalam otaknya.

“Pasti Sela akan datang.” Diki sambil meneteskan air mata, yang dengan sabarnya menunggu hinga larut malam.

Diki memutuskan untuk pulang ke rumah, teryata pagi hari mendapatkan chat dari Sela.

“Maaf. Kemarin malam aku tidak menemuimu, karena aku akan dijodohkan.”

Diki kini tertampar keras oleh pahitnya kenyataan. Padahal orang tuanya Sela dulu menyetujui hubungan mereka. Hati Diki sangat sakit, hancur berkeping-keping. Air mata sudah membasahi pipi, bernafas pun kini rasanya sesak.

“Baik. Semoga kamu bahagia.” Diki membalas chat dari Sela.

Sela hanya melihat chat dari Diki.

Diki ingin sekali memecahkan kepalanya di tembok, Diki ingin sekali menjerit sangat keras, mengambil hatinya yang kini terluka sangat hebat. Namun Diki menahan semua itu, dia selalu berdoa untuk kebahagiaan Sela, dan mencoba menghiklaskan, meskipun dalam hatinya masih sangat mencintai Sela.

Seminggu berlalu, Diki menjalani hari-harinya sebagai pelukis terkenal. Lukisanya Diki memang sangatlah indah, banyak pembeli yang merasa kagum pada lukisanya. Diki kini sedang melukis perempuan yang sangat cantik dengan pemandangan pelangi di atas bukit yang sangat indah, perempuan itu adalah Sela. Diki tidak berniat untuk menjualnya, hanya saja ia pasang di tembok untuk hiasan, jika dia rindu pada Sela, Diki merasa sedikit lebih tenang melihat lukisan itu.

Kini Diki istirahat dalam ruanganya. Tiba-tiba ada karyawan Diki datang.

“Pak ini ada seseorang wanita memakai kursi roda mau beli lukisanya Pak Bos, yang Pak Bos tidak ingin menjualnya,” ujar karyawanya.

“Siapa?” tanya Diki.

“Aku tidak kenal, Pak. Dia maksa ingin membeli lukisan ini,” ujar karyawan.

“Ya udah berikan,” ujar Diki.

“Harganya berapa Pak?” tanya karyawanya.

“Tidak usah dibayar gratis saja,” ujar Diki.

“Siap Pak.” Karyawanya sambil keluar dari ruanganya Diki.

Malam hari, Diki sangat merindukan Sela. Perasaan ini masih sangat mencintainya. Diki berpikir besok pagi untuk menemuinya. Keesokan paginya, Diki pergi ke rumahnya Sela.

“Assalamualaikum.” Diki sambil melihat Sela yang kini duduk di sofa sambil menonton televisi.

“Waalaikumsalam.” Sela sangat kaget melihat Diki yang berdiri di ambang pintu.

“Silakan masuk,” ujar Sela.

Diki langsung duduk di depan Sela.

“Ada apa Dik?” tanya Sela.

“Aku hanya memastikan kamu baik-baik saja.” Diki sambil menatap dalam Sela.

“Aku baik-baik saja Dik.” Sela sambil menatap Diki dengan mata berkaca-kaca.

“Kamu bohong, matamu bilang kamu tidak baik-baik saja,” ujar Diki.

Tiba-tiba datanglah orang tuanya Sela.

“Ada Nak Diki teryata.” Ayahnya Sela sambil duduk di sofa dengan istrinya.

“Pak, apa benar Sela akan dijodohkan?” Diki sambil manatap ayah dan ibunya Sela.

Kedua orang tuanya sela hanya bungkam dan saling menatap satu sama lain.

“Bukanya Pak Indra dan Bu Sari telah menyetujui hubungan kami dari awal, lalu mengapa Sela hendak dijodohkan.” Diki sambil berlinang air mata.

Kedua orang tuanya Sela hanya bungkam, sedangkan Sela dari tadi sudah menanggis tersedu-sedu.

“Sudahlah, silakan kamu pulang. Semua sudah jelas Dik, aku akan dijodohkan.” Sela sambil menyeka air mata.

Kedua orang tuanya Sela kini menanggis melihat Dika dan Sela.

Diki berdiri hendak akan pamit, tidak sengaja Diki menenggok ke samping. Kamar Sela kini setengah terbuka, dalam kamarnya ada lukisan perempuan bersama pelangi. Pikiran Diki saat ini teringat ada seseorang perempuan membeli lukisan itu, dan ingatannya sangat jelas bahwa yang membeli adalah perempuan memakai kursi roda. Diki sambil melihat Sela yang kini kakinya tetutupi selimut panjang.

“Kenapa kamu tidak jujur padaku?” Diki sambil berlinang air mata.

“Maaf.” Sela sambil menundukan kepalanya dan menangis terisak-isak.

“Kamu kan kemarin yang beli lukisan itu.” Diki sambil menunjuk lukisan yang ada dalam kamar.

Diki langsung memeluk erat Sela. “Mengapa bisa terjadi?”

“Waktu itu, saat aku menemuimu. Tiba-tiba terjadi kecelakaan, kakiku tertindih mobil, dan harus diaputasi. Aku takut jika jujur padamu, dan engkau tidak mau menikah dengan ku, sehingga aku bohong padaku bahwa diriku dijodohkan. Aku tidak mau kamu terluka karenaku, Dik.” Sela sambil memeluk erat Diki, dan menanggis tersedu-sedu.

“Aku sangat mencintaimu Sel, aku mau menerimamu apa adanya.” Diki sambil berlinang air mata.

“Pak, Buk. Aku ingin menikahi anakmu besok.” Diki sambil menatap kedua orang tunya Sela.

“Bagaimana Sel?” tanya ayahnya Sela.

“Iyah Yah.” Sela sambil mengengam tanganya Diki.

Keesokanya harinya, Diki dan Sela kini menjalani akad nikah. Semua berjalan dengan baik-baik saja, meskipun Sela memiliki kekurangan, namun Diki tidak mengurangi rasa cintanya sedikit pun.

“Terima kasih Dik, telah menerima aku apa adanya.” Sela sambil menatap suaminya.

“Sama-sama sayang. Aku selalu mencintaimu setulus hatiku, karena engkau harus tahu, diriku bukan pelangi yang pergi setelah hujan, diriku adalah pelangi yang selalu memberi warna padamu, dan aku pastikan cinta ini pasti akan abadi.

TAMAT




Cerpen Berdamai dengan Luka

 

                                                                             canva.com

Aku sambil menikmati kopi bersama hujan dibalik jendela. Terlintas dalam pikiran dan hati, laki-laki yang pernah kucintai dulu. Kopi yang kunikmati berasa pahit, yang sama pahitnya dengan semua kenangan bersamamu. Teringat kejadian dulu yang menghantam pikiranku dengan keras, dan menikam hatiku cukup kuat.

Aku sudah menjalani hubungan dengan Aldo selama dua tahun lamanya, kenangan pahit dan manis kujalani bersama denganya. Hingga Aldo meminta diriku untuk menjadi istrinya, waktu itu saat diriku di rumah, Aldo mengajakku pergi jalan-jalan.

“Mel, ayok kita jalan-jalan,” ajak Aldo.

“Kemana?” tanyaku sambil tersenyum.

“Rahasia.” Aldo sambil menahan tawanya.

“Ya udah, ayok.” Diriku yang sangat bersemangat.

Kami akhirnya berangkat dengan mengendarai mobil, hujan kini datang dengan deras, tetapi hanya sebentar .Setelah setengah jam kemudian, akhirnya kami sampai di tempat yang sangat indah. Aku tidak tahu tempat apa ini, banyak berbagai bunga yang tersusun rapi, ditambah rerumputan yang hijau, ini sunguh indah. Ditambah pelangi yang indah, sunguh menjadi tempat yang sangat indah, yang belum aku temuai sebelumnya. Aku berlari duduk di ayunan, sambil melihat banyak kelinci yang lucu di kandang.

“Apa kamu menyukainya?” Aldo sambil tersenyum manatapku.

“Iya. Aku sangat menyukainya, terima kasih.” Aku sambil menikmati ayunan yang sangat menyenangkan ini.

“Apa kamu tidak ingin memberi makan burung merpati?” Aldo sambil menghentikan ayunan, yang kini kunikmati.

Tanpa berpikir panjang aku menjawab,” Iya ayok.”

Aldo langsung mengandeng tanganku, dan langusng mengambil makanan burung merpati, kini aku bersamanya menaburkan makanan burung merpati di tanah, setelah itu burung merpati pun datang sangat banyak.

“Kamu suka, Mel?” Aldo sambil tersenyum tulus menatapku.

“Iya. Aku mau foto bersama burung merpati, Al,” ujarku.

“Iya. Kamu berdiri disini akan kufotokan,” Aldo tersenyum sambil mengeluarkan cameranya.

Aku sambil berdiri dengan ribuan burung merpati, dan diriku membawa satu burung merpati warna putih.

Satu, dua, tiga CEKREK ....

“Lihatlah ini, kamu sangat cantik,” puji Aldo.

“Bisa aja kamu.” Diriku menahan tawa sambil tersipu malu, kini wajahku memerah seperti tomat.

Aldo hanya tersenyum sambil menatapku.

“Ada apa Al?” tanyaku penasaran.

“Ada sesuatu hal yang kuingin bicarakan denganmu,” ujar Aldo.

“Apa?” tanyaku.

“Ayok, duduk kesana!” Aldo sambil mengandeng tanganku.

Kami duduk di bawah pohon. Suasananya sangat begitu romantis, ribuan bunga yang penuh warna ditambah lagi wangi bunga yang menjadi tempat ini sangat nyaman.

“Ada apa Al?” tanyaku.

“Aku ingin menikahimu, apakah kamu mau menjadi istriku?” Aldo dengan wajah penuh harap sambil mengeluarkan cincin permata di sakunya.

Sungguh aku sangat terharu, ingin rasanya menangis bahagia. Keinginan yang telah lama aku pendam selama dua tahun, kini akhirnya terwujud.

“Iya aku mau.” Diriku sambil tersenyum tulus menatap Aldo.

Aldo langsung memasangkan cicin di jari manisku.

“Sangat cantik,” puji Aldo.

“Terima kasih,” ujarku bahagia.

“Aku ingin pernikahan kita dipercepat, satu bulan lagi.” Aldo sambil mengengam tanganku.

“Iya Al,” ujarku bahagia.

Setelah itu, kami pulang. Aldo mengantarku ke rumah, kini diriku tingal di rumah sendiri. Ayah dan ibu sudah meninggal dunia. Diriku hanya sebatang kara, semenjak itu hidupku lebih bewarna, karena Aldo telah mengisi hari-hariku dengan kebahagiaan.

“Aku pulang dulu ya.” Aldo sambil mengelus kepalaku.

“Hati-hati, Al.” Diriku sambil melambaikan tangan kepada Aldo.

Aldo langsung masuk ke dalam mobil sambil tersenyum manis ke arahku.

Hari demi hari kujalani dengan lancar, kurang beberapa Minggu lagi pernikahanku dengan Aldo akan dilaksankana, namun sayangnya 180 derajat sifat Aldo berubah total. Dia jarang memberiku kabar. Mengajak untuk bertemu dengan dirinya saja sangat sulit, begitu dengan jawaban Aldo singkat saat kuchat. Sakit hati kini kurasakan, sesak di hati ini membuatku pilu, dan masalah ini penuh dengan tanda tanya. Akhirnya aku memutuskan untuk menemui di kantornya.

“Mbak. Kalau boleh tahu, Pak Aldonya ada?” tanyaku pada seseorang karyawan.

“Ada. Di ruangan itu, Bu.” Karyawan sambil menunjukan ruangan yang tertutup.

“Terima kasih,” ujarku.

Saat aku menuju ruangan tersebut, tiba-tiba ada anak kecil sekitar umur empat tahun lari dengan kencang dan menabrakku. Hingga anak kecil tersebut jatuh.

“Aduh ... sakit.” Anak kecil itu sambil menatapku dan menahan tangisnya.

Aku langsung jongkong dan berkata. “Hati-hati ya, Nak.”

“Maaf,” ujar anak kecil tersebut.

“Kamu sangat lucu banget.” Diriku sambil mencubit kecil pipinya yang mengembang.

“Tante cantik.” Anak kecil sambil tersenyum kepadaku.

Aku hanya tersenyum menatapnya, dalam benakku berharap menginginkan anak selucu ini dengan Aldo.

“Ibu,” pangil anak kecil tersebut kepada wanita cantik yang berdiri di depanku.

“Kamu disini sayang.” Ibu itu langsung memeluk anaknya.

“Aku tidak sengaja, tadi bertemu dengan anakmu, kalau boleh tahu siapa namanya?” Diriku sambil tersenyum pada ibunya.

“Namanya Keisya,” ujar Ibu tersebut.

“Perkenalkan namaku Melda, kalau nama anda siapa?” Diriku sambil mengulurkan tangan.

“Namaku Ratna.” Ratna bersalaman denganku sambil tersenyum tulus.

“Ya udah ... aku duluan ya, Mel,” ujar Ratna.

“Oww, iya silakan.” Diriku sambil melambaikan tangan pada Keisyah.

Aku langsung menuju ruangan Aldo bekerja dan mengetuk pintunya.

Tok, tok, tok

“Aldo.” Diriku sambil mengetuk pintu ruanganya.

“Masuk,” ujar Aldo dalam ruangan.

Aku langsung masuk ke dalam ruanganya, dan mengampiri Aldo, yang kini sedang sibuk dengan laptopnya.

“Al,” sapaku.

“Iya.” Aldo hanya menoleh diriku sekilas.

“Ada apa sih, kenapa sifatmu tiba-tba berubah?” tanyaku dengan raut wajah sedih.

“Kamu datang kesini, hanya menayakan hal yang tidak penting.” Kesal Aldo sambil menghembuskan nafasnya kasar.

“Itu penting, Al,” ujarku sedih.

“Silakan kamu pulang, nanti aku ke rumahmu. Aku sekarang lagi sibuk.” Aldo sambil mengetik dengan serius.

“Aku sudah datang kesini jauh-jauh, malah diusir. Aku tahu kalau kamu sibuk, tapi sempat-sempatlah memberiku kabar, agar diriku tidak khwatir,” ujarku dalam benak.

“Udah pergi,” perintah Aldo.

Diriku sambi membendung air mata dan meninggalkan ruangan Aldo.

Setelah satu jam berlalu, Aldo datang ke rumahku.

“Mel, ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu.” Aldo yang masih berdiri di ambang pintu.

“silakan duduk,” ujarku.

Aldo langsung duduk di sampingku, lalu dia mengengam tanganku sambil menatapku sangat dalam.

“Al, kenapa kamu akhir-akhir ini sulit dihubungi?” tanyaku.

“Jadi gini, aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini.” Aldo sambil menatapku.

Rasa sesak kini menikam kuat hatiku, air mata yang sudah lama aku simpan telah menetes di pipi. Sungguh aku sangat tidak percaya Aldo mengagalkan pernikahan, harapan yang telah lama aku impikan kini sudah pupus, kenangan manis bersamamu kini telah tergantikan rasa kecewa sangat dalam.

“Kenapa?” Diriku sambil menatapnya dengan linang air mata.

“Karena aku akan merantau jauh,” ujar Aldo.

“Aku bisa ikut denganmu, Al.” Diriku sambil mengengam erat tanganya.

“Maafkan aku.” Aldo langsung berdiri dari tempat duduk dan meninggalkan diriku.

“Oww Tuhan ... lalu untuk apa dua tahun bersama dengannya mengukir kenangan, yang tidak ada artinya,” ujarku dalam benak.

Dinginnya malam ditemani hujan, kini manambah rasa kecewaku sangat dalam. Air mata yang dari tadi tidak berhenti menetes perasaan sakit hati ini yang ditikam cukup kuat. Diriku mengambil semua foto-foto yang telah kusimpan di sebuah album, sambil melihat kenangan bersama Aldo dari mulai merayakan universary, ulang tahunku, ulang tahunya, saat aku wisuda, dan saat aku di lamar olehnya. Semua kenangan itu, kini sudah bakar habis. Diriku yang tidak sengaja melihat cincin permata pemberian Aldo di jari manisku, kini kulepas.Aku tidak munkin membuangnya, besok akan kukembalikan padanya.

Hari sudah pagi, aku bersiap-siap untuk pergi ke kantornya Aldo. Setelah beberapa menit akhirnya aku sampai dan kini diriku menuju ruanganya.

Tok, tok, tok

Diriku mengentuk ruangan Aldo.

“Masuk,” ujar Aldo.

“Ngapain lagi kamu disini?” Aldo sambil menatapku tajam.

“Aku hanya ingin mengembalikan cincin ini padamu.” Diriku meletakan cincin permata itu sambil menatap Aldo.

“Sayang, Keisya ingin dibelikan es cream.” Ratna sambil mengendong Keisyah dan mendekati Aldo.

“Ayah,” ujar Keisyah yang ingin digendong Aldo.

“Pikiranku benar-benar kacau, kebingungan kini membuatku rumit. Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Ratna memanggil Aldo dengan pangilan sayang, mengapa Keisyah memanggil Aldo dengan pangilan Ayah,” ujarku dalam benak.

“Melda, kamu ngapain disini?” Ratna sambil menatapku dengan tersenyum.

Aku hanya tersenyum palsu, sambil berkata. “Kamu ngapain disini?”

“memberitahukan suamiku kalau Keisyah ingin beli es cream.” Ratna sambil tersenyum manatapku.

Sungguh aku tidak menyangka, bahwa orang yang selama ini aku sayangi, sudah memiliki keluarga. Diriku sambil menatap Aldo yang dengan santainya menyakiti perasaanku. Diriku langsung keluar dari ruanganya dan meninggalkan cincin permata itu di meja. Teryata cinta ini penuh dengan kebohongan, untuk apa singgah hanya untuk menaruh luka, untuk apa seolah-olah membuatku bahagia, nyatanya kepalsuan cinta dan kenangan pahit yang aku dapatkan. Diriku hanya bisa mengihklaskan, dan berdamai pada luka ini. Pelangi yang indah saat kulihat bersamamu dulu, kini memang sudah usai dan kisah kita telah selesai